Low cost carrier adalah penerbangan dengan
biaya rendah atau sebuah maskapai penerbangan yang menyediakan harga tiket pesawat dengan harga terjangkau dengan mengurangi beberapa layanan
umum bagi penumpang pesawat seperti layanan catering, minimalis reservasi
sehingga menekan biaya cost penerbangan dan harga nya dapat dijangkau oleh
masyarakat luas.

Maskapai penerbangan yang pertama
kali menggunakan sistem LCC (Low Cost Carrier) adalah maskapai penerbangan Southwest Airlines pada tahun
1971.
Low cost carrier melakukan eleminasi layanan maskapai tradisional pada umumnya dengan tidak memberikan fasilitas catering, meminimalisasi reservasi dengan bantuan teknologi IT sehingga layanan lebih sederhana dan semakin lebih cepat. Pelayanan yang di minimize ini berakibat dalam hal penurunan cost, namun factor safety tetap diutamakan demi keselamatan penumpang sampai pada tujuan.
1. Ciri-ciri maskapai yang menggunakan lcc
Umumnya,
ciri-ciri maskapai tersebut menerapkan LCC(Low Cost Carrier)
antara
lain ;
- Semua penumpangnya adalah kelas ekonomi, tidak ada penerbangan kelas premium atau bisnis.
- Kapasitas penumpangnya lebih banyak daripada kapasitas pesawat dengan layanan tradisional sehingga terlihat penumpang berdesak-desakkan. Hal ini untuk menaikkan revenue pesawat mengingat tarif yang sangat murah.
- Maskapai tersebut memiliki satu tipe pesawat untuk memudahkan training dan meminimize biaya maintenance dan penyediaan spare part cadangan. Biasanya pesawatnya baru/ umurnya masih muda sehingga hemat dalam konsumsi fuel (avtur).
- Maskapai menerapkan pola tarif yang sangat sederhana pada satu tarif atau tarif sub classis dengan harga mulai dari tarif diskon hingga mencapai 90%.
- Tidak memberikan layanan catering, di pesawat umumnya hanya disuguhkan air mineral.
- Kursi yang disediakan tidak melalui pemesanan, siapa penumpang yang masuk lebih dahulu dalam pesawat, dia yang pertama memilih kursi yang dia tempati.
- Penerbangan dilakukan di pagi buta atau malam hari untuk menghindari biaya yang mahal pada layanan bandara pada saat jam-jam sibuk.
- Rute yang diterbangi sangat sederhana biasanya point ke point untuk menghindari miss conection di tempat transit dan dampak delay dari akibat delay flight sebelumnya.
- Memberlakukan penanganan gound handling yang cepat dan pesawatnya mempunyai utilisasi jam terbang yang tinggi.
- Maskapai melakukan penjualan langsung (direct sales), biasanya via call center dan internet untuk meminize cost channel distribusi. LCC tidak dijual melalui travel agent, dan tidak menggunakan Channel Distribusi GDS (Global Distribution System) seperti Abacus,Galileo, dll.
- Penjualan tidak menggunakan tiket konvensional, cukup secarik kertas berupa kupon untuk mereduksi ongkos cetak tiket.
- Seringkali maskapai melakukan ekspansi promosi besar-besar untuk memperkuat positioning dan komunikasi karena menerapkan strategi direct sales.
- Karyawannya melakukan multi role dalam pekerjaannya, seringkali pilot dan pramugari juga sebagai cleaning services saat ground handling. Disamping itu LCC menerapkan outsourching dan karyawan kontrak terhadap SDM non vital, termasuk pekerjaan ground handling pesawat di bandara.
2. Peningkatan penjualan lcc
Dengan tumbuhnya perekonomian Indonesia, masyarakat kelas
menengah kini banyak yang memanfaatkan jasa angkutan penerbangan untuk berlibur.
Oleh Sebab itu, bisnis penerbangan menjadi trend saat ini.
Menurut Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Tengku Burhanuddin menjelaskan saat ini bisnis penerbangan low cost carrier (LCC) masih menjadi favorit masyarakat kelas menengah untuk berpergian.
Menurut Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Tengku Burhanuddin menjelaskan saat ini bisnis penerbangan low cost carrier (LCC) masih menjadi favorit masyarakat kelas menengah untuk berpergian.
Tiap tahun, semua maskapai
penerbangan yang memiliki LCC, telah meningkat pemakaian jasanya.Kebutuhan
perusahaan penerbangan LCC di tiap tahun juga mengalami peningkatan.Dengan
bertumbuhnya LCC, tingkat pertumbuhan bisnis penerbangan dengan
layanan full service juga ikut naik. Istilah Penerbangan “low cost”
atau sering disebut LCC (Low Cost Carrier)merupakan model penerbangan dengan
strategi penurunan operating cost. Dengan melakukan efisiensi cost di semua
lini, maskapai melakukan hal-hal diluar kebiasaan maskapai pada umumnya,
Berikut merupakan pebedaan Maskapai
Penerbangan Biasa dan Maskapai Penerbangan LCC
(Low Cost Carrier):
- Maskapai penerbangan pada umumnya melakukan penambahan layanan yang memiliki value added dengan penambahan catering, penyediaan newspaper atau magazine, in flight entertainment, in flight shop, lounge, free taxy after landing, exclusive frequent flier services, dan lain sebagainya.
- Sedangkan,Maskapai Penerbangan LCC( Low Cost Carrier) melakukan eleminasi layanan maskapai tradisional yaitu dengan pengurangan catering, minimize reservasi dgn bantuan teknologi IT sehingga layanan nampak sederhana dan bisa cepat. Pelayanan yang minimize ini berakibat dalam hal penurunan cost, namun factor safety tetap dijaga untuk menjamin keselamatan penumpang sampai ke tujuan. LCC adalah redifinisi bisnis penerbangan yang menyediakan harga tiket yang terjangkau serta layanan terbang yang minimalis. Intinya produk yang ditawarkan senantiasa berprinsip low cost untuk menekan dan mereduksi operasional cost sehingga bisa menjaring segmen pasar bawah yang lebih luas.
Awal mula low cost carrier dirintis oleh Maskapai Southwest
yang didirikan Rollin King, Lamar Muse dan Herber Kelleher pada 1967. Efisiensi
yang dilakukan mencakup mulai dari harga (murah), teknologi, struktur biaya,
rute hingga berbagai peralatan operasional yang digunakan.
Keberhasilan Southwest kemudian
diikuti oleh maskapai penerbangan lainnya seperti Vanguard, America West, Kiwi
Air, Ryanair yang berdiri tahun 1990, Easyjet yang berdiri tahun 1995, Shuttle
(anak Perusahaan United Airlines), MetroJet (anak perusahaan USAir) dan Delta
Express (anak perusahaan Delta), Continental Lite (anak perusahaan Continental
Airlines). Langkah Low cost carrier kemudian juga ditiru di Asia dengan
munculnya Air Asia di tahun 2000 yang bermarkas di Malaysia, Virgin Blue di
Australia, sedangkan di Indonesia kemudian berdiri Lion Air, dan Wings Air yang
merupakan anak perusahaan Lion Air.
Tiga maskapai
terbaik yang bersaing pada penerbangan lcc di Indonesia
1. Lion Air
Lion Air adalah Maskapai Penerbangan Swasta yang dimiliki
Oleh Rusdi Kirana. Dengan Jumlah Armada 95 Pesawat dan 217 Pesanan Pesawat
lainnya,Lion Air Menjadi Peringkat Ke-2 Di "10 Maskapai Penerbangan Terbaik
di Indonesia." selain itu Lion Air Juga Termasuk Pengguna Pesawat
Boeing Terbesar Di Dunia dan memecahkan Rekor Pemesanan Pesawat Boeing terbesar
di Dunia yang sebelumnya dimiliki Oleh Emirates Airlines. Lion Air Juga telah
Memesan Boeing 737 Max sebanyak 209 Pesawat dan Penerimaan Pesawat pertama
Boeing 737 Max akan dilakukan di 2017 mendatang. Lion Air merupakan salah satu
Maskapai Penerbangan Indonesia yang diperbolehkan Terbang Ke Eropa.
2. AirAsia Indonesia
AirAsia Indonesia berhasil Menempati Posisi ke-3 Di "10
Maskapai Penerbangan Terbaik di Indonesia". dengan Jumlah armada
sekitar 40 Pesawat AirAsia Indonesia Juga Menjadi Maskapai Penerbangan LCC (Low
Cost Carrier)terbaik Di indonesia. AirAsia Indonesia Diniliai Sebagai Maskapai
terbaik LCC (Low Cost Carrier) di Indonesia karena harga Tiket mereka yang
sangat Murah.
3. Citilink
Citilink Adalah Maskapai Penerbangan
Berbiaya Rendah di Indonesia ini menempati Peringkat ke-4 di "10
Maskapai Penerbangan terbaik di Indonesia."dengan Jumlah armada
sekitar 30 Pesawat Citilink menjadi salah satu Maskapai Terbaik di Indonesia.
Citilink pun adalah maskapai LCC terbaik di indonesia pada tahun 2012 kemarin,
Citilink juga pernah menjual Tiketnya Dengan Harga Rp.75.000. Citilink
Merupakan salah satu dari maskapai Penerbangan di Indonesia yang diperbolehkan
Terbang ke Eropa.
Di Indonesia belum ada yang
menerapkan pola bisnis LCC yang sejati, karena operasional cost maskapai yang
dianggap LCC di Indonesia seperti Lion Air dan Wings Air masih diatas
rata-rata maskapai LCC pada umumnya. Banyak analis keuangan masih menyatakan
bahwa cost per available seat mil masih berada di atas ambang standard
operating cost dari suatu Low Cost Carrier yang sejati, namun meskipun price
structure-nya sendiri sudah sesuai dengan konsep LCC sehingga mungkin akan
lebih tepat disebut dengan Low Far Carrier (LFC) karena hanya menawarkan harga
murah tetapi belum sepenuhnya mendukung prinsip-prinsip LCC dimana
struktur cost dan produktifitas maskapai masih tergolong mahal.Tetapi konsep
LFC tentu sangat menguntungkan bagi calon konsumen, karena konsumen dihadapkan
pada pilihan menggunakan transportasi udara yang berbiaya murah dan cepat.
Namun,Perkembangan bisnis
penerbangan kedepannya masih menghadapi tantangan yang berat, mengingat harga
avtur yang terus meningkat yang merupakan komponen biaya yang paling besar
dalam total operating cost di bisnis penerbangan. Otomatis dengan biaya operasi
yang makin meningkat, maskapai terpaksa menaikkan tarif. Oleh karena
itu, strategi bisnis LCC yang sejati yang secara aggresif mampu melakukan
penghematan terhadap konsumsi fuel akan sangat sesuai diterapkan di Indonesia
mengingat penumpang-penumpang Maskapai Penerbangan di Indonesia sangat sensitif
terhadap harga, maka kecenderungannya penumpang akan memilih maskapai yang
menawarkan harga murah, namun maskapai LCC tetap mendapatkan profit dari
bisnisnya.
3.Surcharge Diterapkan, Penjualan Tiket
Pesawat LCC Turun 20 Persen
Menyusul
penerapan implementasi biaya tambahan (surcharge) oleh pemerintah pada 26
februari 2014 akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, penjualan
tiket pesawat low cost carrier domestik mengalami penurunan hingga 20 persen.
Pelemahan
rupiah tersebut, berdampak pada melambungnya harga bahan bakar pesawat. Alhasil
untuk menyelamatkan industri penerbangan dari kebangkrutan, pemerintah
memberlakukan fuel surcharge yang dibebankan kepada konsumen .
Menurut
Ketua umum Association of the Indonesia Tours and Travel (Asita) Asnawi Bahar,
ada kontraksi penjualan tiket seiring dengan penambahan surcharge tersebut.
“Penjualan tiket pesawat low cost carrier menurun 10%—20% pada awal penerapan,”
katanya dilansir Bisnis.com.
Perlu
diketahui, untuk penerbangan dengan pesawat jet, surcharge ditambahkan
sebesar Rp 60.000 dan Rp 50.000 untuk pesawat turbo propeller di luar harga
tiket. Lewat aturan Permenhub No. 2/2014 tentang Besaran Biaya Tambahan Tarif,
harga tiket pesawat tujuan domestik mengalami kenaikan sebesar 7 hingga 9
persen.
“Efek
psikologis calon penumpang muncul saat harga tiket pesawat low cost carrier
mendadak lebih mahal atau hampir sama dengan harga tiket pesawat full service.
Banyak dari mereka menunda perjalanan akibat penerapan surcharge,” tuturnya.
Namun,
penurunan penjualan tiket low cost carrier tersebut tidak berlangsung lama
menyusul tingginya kebutuhan penggunaan transportasi udara. “Kami memprediksi,
penjualan akan kembali normal pada bulan kedua penerapan surcharge.”
Dalam
penerapan surcharge, Asita meminta kepada pemerintah dan maskapai untuk jangan
terlalu lama mempertahankan biaya tambahan itu. “Jika rupiah membaik, harga
avtur sudah seperti semula, surcharge tersebut harus segera dicabut untuk
mendongkrak kembali penjualan tiket pesawat,” katanya
Menangapi
hal itu, kontraksi penjualan tidak akan berlangsung lama. “Itu hanya efek
psikologis dari konsumen saja,” katanya.